• UGM
  • FKG UGM
  • PDGI
  • PABMI
  • IAOMS
  • ASIAN OMS
  • AOCMF
Universitas Gadjah Mada Bedah Mulut dan Maksilofasial
Fakultas Kedokteran gigi
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
    • Visi Misi
    • Daftar Staff
  • Prodi IBMM
    • Visi Misi
    • Pengelola
  • Publikasi
    • M Masykur Rahmat
    • Prihartiningsih
    • Bambang Dwirahardjo
    • Rahardjo
    • Poerwati Soetji Rahajoe
    • Cahya Yustisia Hasan
    • E. Riyati Titi Astuti
    • Pingky Krisna Arindra
    • Yosaphat Bayu Rosanto
  • Layanan
    • Bedah Dentoalveolar
      • Pencabutan Gigi
      • Operasi Gigi Impaksi
      • Alveolektomi
      • Dental Implant
    • Traumabedah mulut dan Maksilofasial
      • Fraktur Dentoalveolar
      • Fraktur Mandibula
    • Abses Dentoalveolar
    • Kelainan Kongenital pada Rongga Mulut
    • Tumor Rongga Mulut
      • Tumor Jaringan Lunak
      • Tumor Jaringan Keras
  • Galeri
    • eLisa
    • Foto
    • Video
  • e-Learning
    • Lesi non neoplastik neoplasma jinak
    • Modul Pembelajaran Prodi BMM
  • Beranda
  • Case Report
Arsip:

Case Report

Sandwich Bone Augmentation (SBA) in immediate implant placement post dentoalveolar trauma: a case report

Case Report Wednesday, 3 January 2018

Anton, Poerwati S. Rahajoe, Bambang Dwirahardjo

Objective: Reporting the application of SBA procedure with titanium mesh as an alternative solution for immediate implant placement in socket with dentoalveolar trauma-induced buccal bone defect.

Methods: An 18-year-old female patient visited our department, with a history dentoalveolar trauma and a loss of  tooth 21. Clinical examination during the implant placement procedure exposed  a socket with buccal bone defect. SBA with autogenous chin bone graft combined with DFDBA allograft and stabilized with titanium mesh (Ti-Mesh) for buccal defect on which flap reposition was done with tension free primary closure.

Results: Ti-Mesh was removed after 3 months which no sign of inflamation appeared, implant was in a stable condition and new bone formation was observed. Subsequently, healing abutment was placed. A one-year observation suggested a good clinical retention with no luxation observed, along with decent functional and esthetic results. CBCT evaluation showed buccal bone thickness preserved.

Conclusion: Sandwich bone augmentation with stabilized titanium mesh provides a satisfying result in treating horizontal buccal bone defect.

PUBLIKASI SELENGKAPNYA

Marsupialization of radicular cysts on adolescent patients to reduce treatment morbidity (case report)

Case Report Tuesday, 2 January 2018

Abstract

Objective: There are some things that should be considered in treating  growing patient with odontogenic cyst. The marsupialization is  considered to have more benefits compared to enucleation for growing  patient in order to overcome treatment morbidity such as damage  to vital structures, heavy loss of bone, jaw growth disturbances, and  pathological fracture. This paper reports the success of two cases of  marsupialization of odontogenic cysts in order to reduce the treatment  morbidity and to discuss about enucleation for young patient. Methods: Two female 21 and 22 years old with radicular cysts on tooth  36. Marsupialization was done before completing cyst enucleation. Results: The shrinkage of the cyst was observed periodically. The  position of the wall of the cyst was superficially positioned and the  enucleation was done. The treatment result was satisfying with low  morbidity. Conclusion: Marsupialization for odontogenic cyst in growing patient  has more advantages than enucleation to reduce treatment morbidity

 

PUBLIKASI SELENGKAPNYA

Memindahkan gigi taring rahang atas ke soket gigi seri rahang atas dengan teknik autotranplantasi menggunakan anestesi lokal

Case Report Monday, 25 September 2017

Seorang pasien (16) rujukan RSU Gunung  Kidul, datang ke Poli Bedah Mulut RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta untuk mencabutkan gigi depan  kanan atas yang gingsul dan sering melukai bibir  saat mengunyah. Pasien tidak memiliki riwayat  penyakit sistemik dan alergi obat-obatan. Pada pemeriksaan klinis didapatkan keadaan  umum pasien baik dan kooperatif. Pemeriksaan  ekstra oral wajah simetris dalam batas normal.  Pemeriksaan intra oral, gigi incisivus sentral satu kanan maksila rotasi (11), gigi incisivus sentral  dua kanan maksila labioversi (12) dan gigi caninusdesidui (53) radices. Pada pemeriksaan rontgen  orthopantomogram (OPG) terlihat adanya gigi  caninus yang  embedded (13). Pada kunjungan ini  dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Keluarga  pasien dijelaskan soal rencana pengambilan gigi  impaksi yang terpendam dan pemasangan kembali  untuk menggantikan gigi caninus desidui

Pada kunjungan berikutnya, pasien dilakukan odontektomi gigi 13, ekstraksi 12 dan caninus desidui  serta autotransplantasi gigi 13 menggantikan gigi  desidui. Sebelum tindakan keluarga dan pasien  kembali dijelaskan rencana tindakan dan mengisi  persetujuan tindakan medis. Operasi pada kasus  ini menggunakan anestesi lokal dengan flap  triangular. Operasi dimulai dengan odontektomi gigi  13 dan direndam dalam larutan NaCl, kemudian  dilanjutkan ekstraksi gigi 12 dan caninus desidui. Setelah selesai gigi 13 diadaptasi disoket caninus  desidui dengan penyesuaian ukuran lebar soket  gigi, serta gigi 11 di rotasi ke arah normal. Fiksasi  dengan essig untuk stabilisai gigi 13 dan 11 dengan  posisi infra oklusi yang diikuti pembentukan gigi 13  menyerupai gigi 12, kemudian dilakukan suturing  interrupted dengan safil 3.0

Medikasi post operasi  diberikan resep berupa  Amoxicilin 500 mg, Metilprednisolon 4 mg, Asam  Mefenamat 500 mg dan Osofan 400 mg 2×1.  Pasien disarankan untuk menjaga kebersihan  mulut dan luka operasi serta lepas jahitan 1 minggu  kemudian. Seminggu setelah operasi pasien kontrol, perdarahan dan keluhan yang berarti tidak dijumpai. Pembengkakan atau parestesi tidak terjadi. Pada kunjungan  ini dilakukan pengambilan benang. Pada kontrol 3  bulan setelah operasi tidak ditemukan kegoyahan, resesi, fistel dan perubahan warna pada gigi.

 Kontributor : Adi Subekti Putra, Maria Gorreti, dan Poerwati Soetji Rahajoe

Laporan Selengkapnya

Penggunaan Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty untuk Kasus Repair Pasca Operasi Celah Lelangit

Case Report Monday, 25 September 2017

Pasien anak-anak usia 4 tahun datang ke  poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito dengan  keluhan masih terdapatnya celah di lelangitnya.  Riwayat sebelumnya pernah dilakukan operasi  penutupan celah bibir dan lelangit sebanyak 4  kali, dan mulai dioperasi mulai umur 4 bulan.  Operasi pertama dilakukan pada tahun 2009  untuk mendekatkan celah bibir bilateral dengan  teknik lip  adhesion . Operasi kedua pada tahun  2010 dilakukan labioplasti bilateral dengan metode  Barsky. Operasi selanjutnya adalah penutupan  celah lelangit dilakukan pada tahun 2012 dengan  teknik  two flappushbackpalatoplasy . Hasil dari  operasi palatoplasty dengan teknik  pushback masih  terdapat celah pada palatum mole, selanjutnya  dilakukan operasi koreksi dengan z  plasty tetapi  hasil akhirnya terdapat kegagalan dan masih  terdapatnya celah pada palatum molenya

Pada bulan Januari 2014 dilakukan operasi  koreksi celah pada palatum mole dengan teknik  Furlow double opposing Z plasty dan direncanakan  penambahan lateral  relaxing incision untuk  mengurangi ketegangan flap. Persiapan operasi  dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa  pemeriksaan labor atorium darah,  rontgen thorax,  dan konsultasi ke bagian anak dan anestesi.  Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan  Hb 11,7 g/dl, Al 8,6 x10/uL, At 301, PTT 13,1 s; APTT 30,2s. Pemeriksaan  rontgen thorax menunjukkan pulmo tidak nampak adanya kelainan  dan besar jantung normal. Konsultasi ke bagian  anak menunjukkan bahwa pasien tidak menderita  penyakit sistemik yang akan mengganggu  jalannya operasi. Hasil konsultasi dengan sejawat  anestesi dihasilkan status fisik ASA I tidak ada  kontraindikasi dilakukan operasi. Pasien didiagnosa  sebagai  postlabiopalatoplasty dengan riwayat labiognatopalatoschisis bilateral komplet. Rencana  dilakukan repair di bawah general anestesi dengan  teknik Furlow double opposing Z plasty .

Desain Z- plasty  dibuat di area uvula- palatum molle dengan gentian violet. Setelah  desain operasi dibuat kemuadian dilakukan injeksi infiltrasi lidokain 1:200.000 di area operasi, Insisi  dilakukan sesuai desain operasi dengan pisau no  15, kemudian dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian  mukosa oral dan mukosa nasal yang meliputi otot  levator palatini. Setelah mukosa nasal dan mukosa  oral terpisah, kemudian pada mukosa nasal dibuat  insisi sesuai desain Furlow  double opposing z plasty.

Ketegangan flap dikurangi dengan membuat  lateral  relaxing incision di bagian posterior tuber maksilla. Mukosa nasal ditransposisikan sesuai desain, dan  dijahit dengan benang vicryl 4.0 teknik  interupted simpul dalam. Mukosa oral ditransposisikan sesuai  desain, dan dijahit dengan benang vicryl 4.0 teknik  interupted. Kontrol perdarahan dan tindakan  operasi repaiar palatoplasty selesai dilakukan.

Perawatan  repair palatoplasti  dengan menggunakan teknik  Furlow double  opposing Z plasty dengan penambahan lateral  relaxing insicion dengan hasil perawatan dan  outcome fungsional yang baik. Perawatan celah  lelangit yang lebar membutuhkan perhatian khusus  terutama bagi dokter ahli bedah mulut karena  kemungkinan terjadinya kegagalan penyatuan  celah pasca operasi. Hasil dari laporan ini  menunjukkan bahwa teknik Furlow double opposing  Z-plasty dapat digunakan sebagai alternatif teknik  perawatan  repair palatoplasty.

Kontributor : Pingky Krisna Arindra, Prihartiningsih, Bambang Dwi Rahardjo

Laporan Selengkapnya 

Tim Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UGM-RSUP Dr Sardjito tangani fraktur wajah-kompleks zygomatikomaksilaris

Case Report Monday, 25 September 2017

Seorang laki-laki 22 tahun di rujuk ke Bagian  Bedah Mulut RSUP Dr Sardjito tiga minggu pasca  kecelakaan lalulintas dengan keluhan utama pipi  kiri dan daerah bawah mata kiri terasa tebal, pipi  kiri dirasakan lebih datar daripada pipi kanan.  Dua minggu sebelum masuk rumah sakit pasien  mengalami kecelakaan lalu lintas kendaraan  bermotor roda dua, riwayat pingsan positif, ada riwayat perdarahan hidung kiri. Pasien dirawat inap  selama satu minggu dengan diagnosis cedera kepala  ringan dan kemudian perawatan rawat jalan selama  satu minggu. Pasien datang di poli Bedah MulutRSUP dr Sardjito dengan kondisi mual (-), muntah(-), pusing (-) , VAS: 3, GCS:15, pipi kiri dan bawahmata kiri terasa tebal, tidak ada keluhan penglihatan.

Kondisi sistemik pasien baik. Pemeriksaan reflek mandibula, mandibular range of motion, membuka mulut dan tutup mulut dan pemeriksaan TMJ dalam batas normal. Palpasi basis mandibula kanan dan kiri tidak ditemukan diskontinuitas. Inspeksi muka tampak asimetri pada sepertiga wajah bagian tengah. Pipi kiri terkesan tidak prominent dibanding sisi kanan dan terasa tebal di pipi kiri. Pemeriksaan mata tampak ketinggian bola mata kanan dan kiri segaris dengan reflek berkedip dalam batas normal, terdapat ekimosis sirkumorbital kanan dan kiri, ekimosis lebih dominan pada mata kiri,tes diplopia negatif, tes otot-otot bola mata dalambatas normal. Tes reflek kornea positif dan tampak kelopak mata kiri bagian bawah tampak lebih ke inferior dibandingkan dengan mata kanan.

Pemeriksaan neurosensoris klinis, light touch, dengan usapan lembut menggunakan cotton bud dapat diperoleh daerah yang mengalami defisit neurologis (parestesi) daerah inferior mata kiri, daerah pipi kiri, daerah hidung kiri, daerah bibir atas kiri. Pemeriksaan pin pricktest menggunakan ujung sonde runcing pada daerah yang defisit neurologis didapatkan hasil yang positif (nyeri masih dirasakan)

Pemeriksaan intraoral hubungan rahang atas dan rahang bawah maloklusi angel klas I kanan dan kiri. Pemeriksaan radiologis panoramik tampak fraktur dinding sinus maksilaris sinistra. Hasil CT scan axial tampak fraktur depresed zigoma sinistra ke sinus maxilaris sinistra dengan hematosinus sinistra. CT scan koronal tampak dasar orbita utuh dan fraktur sutura zigomatikofrontalis. 3D CT scan dengan kesan fraktur depresed sepanjang sutura zigomatikomaksila hingga infra orbital rim sinistra ke arah posterior, fraktur dinding sinus maksilaris sinistra, fraktur non displace pada sutura zigomatikofrontalis dan zigomatikotemporalis.

Pasien didiagnosis mengalami fraktur kompleks zigo-matikomaksilaris sinistra.

Persiapan dilakukan sebelum operasi dengan pemasangan interdental wiring menggunakan arch bar dari regio 16-26 dan 36-46 dengan anetesilokal satu hari sebelum tindakan operasi. Profilaksisantibiotik injeksi IV Ampicillin 2 gram diberikan satujam sebelum operasi.

Pasien dalam stadium teranestesi dengan ET oral kanan dilakukan tindakan antiseptik ekstraoral dan dilanjutkan di intraoral dengan larutan iodin povidon 10%, pemasangan duk steril dan oropharing pack. Proteksi mata pasien dengan subkutan matres horisontal kelopak mata atas dan bawah dengan benang Silk 3.0 (tarsoraphy)

Akses bedah dari ekstraoral dengan insisi di infraorbita dilakukan dengan scalpel 15, diseksi hingga daerah infraorbital rim sinistra. Debridement garis fraktur di infraorbital rim dari jaringan granulasi dan kalus, ditemukan defek 5-7 mm berupa fraktur comminuted terbagi dalam dua serpihan tulang yang terpisah dari infraorbital rim. Akses bedah intraoral dengan insisi paramarginal regio 21-27 kemudian dilanjutkan dengan diseksi hingga tampak fraktur comminuted dinding sinus maksilaris sinistra yang mengalami displacement. Reposisi fragmen tulang zigoma buttres dilakukan dari intraoral dengan elevator Elle, bersamaan dengan itu dilakukan pemasangan skinhook pada daerah insisi infraorbita untuk melihat proses reposisi infraorbital rim

Tahap berikutnya adalah pengepasan plate osteosynthesis infraorbita sinistra. Plate yang digunakan adalah miniplate 1.6 mm (midface plate) dengan bentuk plate semilunar 10 holes. Plate diadaptasikan mengikuti infraorbital rim dengan posisi kurang lebih 3-5 mm di bawah orbital rim. Screw menggunakan tipe 1.6 mm midfaceauto drive screw panjang 5 mm. Total digunakan 6 screw pada daerah fraktur infraorbital rim. Rekonstruksi fragmen tulang comminuted infraorbital rim dilakukan dengan menyusun dua buah fragmen tulang membentuk infraorbital rim. Fragmen dibuat dua lubang kecil dengan bur fissure kecil kemudian melalui dua lubang kecil tersebut fragmen tulang difiksasi dengan benang synthetic resorbable 4.0.

Setelah terfiksasi sempurna, dimulai tahap pemasangan miniplate osteosythesis intraoral pada zigoma buttres sinistra. Plate yang digunakan untuk intra oral adalah stright miniplate 2 mm 6 holes yang diadaptasikan mengikuti permukaan dinding sinus yang masih stabil ke zigoma buttres di arah superiornya. Terpasang 4 screws miniplate 2 mm dengan panjang 5 mm. Penjahitan ekstraoral dengan penjahitan subkutan dengan synthetic resorbable 4.0 dan penjahitan kutan dengan benang nilon 5.0 teknik interupted. Penjahitan intraoral dengan benang synthetic resorbable 4.0 pada lapisan submukosa dan mukosa bukal sinistra.

Pada hari ke lima pasca operasi pasien dipulangkan saat hasil evaluasi kondisi umum dan vital signs stabil, luka operasi membaik, nyeri, mual, muntah terkontrol, mampu mobilisasi, diet cair via oral dan mampu BAB/BAK. Medikasi yang diberikan adalah antibiotik, analgetik dan ruboransia. Hasil kontrol pasien setelah 14 hari pasca operasi tampak kesan tulang pipi kiri prominen simetris dengan pipi kanan dan perasaan tebal di pipi kiri berangsur-angsur berkurang. Dilakukan pemeriksaan plain radigrafi panoramik (Gambar 11.) pasca operasi di dapat orientasi miniplate osteosynthesis baik dan dapat diterima.

Kontributor : Pedro Bernado, Prihartiningsih, Cahya Yustisia Hasan

Laporan Selengkapnya

Keberhasilan Penggunaan Metode Bedah pada Kasus Trauma Gigi Anak

Case Report Monday, 25 September 2017

Seorang anak berusia 10 tahun datang ke  RSGM Prof Soedomo FKG-UGM diantarkan oleh  orangtuanya pada tanggal 21 November 2012  dengan keluhan utama pendarahan pada bibir  dan gusi setelah terjatuh di sekolah pagi hari itu.  Anak tersebut bermain bersama temannya dan  dibanting dengan posisi wajah membentur lantai  kelas. Beberapa gigi masuk ke langit-langit dan ada  gigi yang patah. Anak tidak mengalami pingsan saat  kejadian, tidak merasa mual, pusing atau muntah.  Orangtua anak mengatakan anak tidak memiliki  riwayat alergi obat-obatan dan makanan dan tidak  memiliki riwayat penyakit khusus yang lain. Keadaan umum baik,  compos mentis,  GCS (Glasgow Coma Scale) 15, tanda vital dalam batas  normal, adanya rasa sakit pada gigi atas dengan nilai  VAS  (Visual Analog Scale) 7 , tidak dicurigai adanya  cedera kepala dan tidak ditemukan trauma di tempat  lain. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya  vulnus  laceratum pada gingiva anterior maksila, empat gigi  incisivus maksila (12,11, 21, 22) mengalami intrusi  berat. Gigi insisivus sentral dan lateral kanan hanya  terlihat sepertiga mahkota, gigi insisivus sentral dan  lateral kiri mahkota tidak tampak

Tindakan :   Operasi diawali dengan tindakan aseptik area  operasi dilanjutkan anestesi infiltrasi disekitar area  yang mengalami trauma dengan agen  lidocaine HCl  2%  adrenaline 1:80.000. Setelah anestesi bekerja,  mulai dilakukan pembersihan daerah operasi  dengan  spooling NaCl dicampur  betadine solution .  Debridement  dilakukan untuk meng-hilangkan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam soket gigi  atau yang berada di sekitar area operasi. Soket  yang telah bersih kemudian dikeringkan dengan  suction  dan dilakukan reposisi gigi 12, 11, 21 dan 22  yang intrusi. Gigi yang telah direposisi kemudian  dicek oklusinya dengan rahang bawah untuk  memastikan tidak terjadi traumatik oklusi. Pasien  diminta untuk mengatupkan rahang dan secara  subjektif merasakan posisi oklusi apakah telah sesuai  dengan sebelum trauma. Setelah oklusi didapatkan  kemudian dilakukan penjahitan sebanyak 4 simpul  secara interrupted  untuk mengembalikan posisi  jaringan gingiva dan menutup luka. Fiksasi gigi di lakukan dengan menggunakan  arch bar untuk  mempertahankan posisi dan imobilisasi gigi selama  masa penyembuhan. Pasien disarankan untuk  sangat berhati-hati dalam menggunakan gigi depan  pada saat makan. Pasien juga disarankan untuk  menghindari aktifitas fisik yang rentan menyebabkan  benturan pada muka atau mulut, diet lunak tinggi  kalori tinggi protein.

Kontributor : Andika Priyatama, Poerwati Soetji Rahajoe

Laporan Selengkapnya

 

 

Universitas Gadjah Mada

Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta
Telp.Fax +62-274-515307

fax:+62-274-547667 ext 106

email:fkg@ugm.ac.id

Arsip

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY